Hulaliu Panggel Pulang

Jika saudara telah berada di Ambon dan ingin pulang ke Negeri Hulaliu, atau karena HULALIU PANGGEL PULANG, maka haruslah melakukan perjalanan dengan angkutan darat ke Tulehu dengan jarak 25 km dari pusat kota Ambon, ditempuh ± 35 menit, dengan biaya Rp. 7000,- . Setelah itu menggunakan transportasi laut yaitu speed boat, untuk menyeberang menuju pantai wairiang Negeri Kailolo, dengan waktu tempuh ± 20 Menit, biaya Rp. 15.000,-. Kemudian dengan angkutan darat menuju ke Negeri Hulaliu dengan Waktu tempuh sekitar ± 45 menit, dengan biaya Rp 15.000,-. Perjalanan darat ini melewati negeri Pelau, negeri Kariu, Dusun Ori dan sebuah Dusun kecil Waimital. Selain itu ada transportasi laut dari Tulehu ke Hulaliu menggunakan speedbooat dengan biaya Rp. 30.000,- dan merapat di pantai muka markas negeri Hulaliu. \

.

Skripsi : PEMBERDAYAAN EKONOMI JEMAAT HULALIU

Oleh : Gusmon Sahureka, S.Si

KELUARGA DAN GEREJA
Keluarga adalah bagian yang terkecil dari suatu persekutuan jemaat dimana kerja guna meningkatkan kesejahteraan keluarga haruslah diupayakan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga dengan cara apapun yang penting adalah halal. Hal ini memberi arti bahwa, kehdiupan keluarga seutuhnya tergantung pada hasil kerja yang dikumpulkan. Dalam artian, jika yang dikumpulkan itu banyak maka pendapatannya banyak, dan apabila yang dikumpulkannya adalah sedikit maka pendapatannya sedikit pula. Dengan demikian keluarga haruslah bekerja dengan segala kelebihan dan talenta yang ia miliki, karena apabila tidak bekerja maka kesejahteraan keluarga terancam.
Fenomena keluarga-keluarga di jemaat GPM Hulaliu memperihatkan bahwa keluarga telah berada dalam suatu kehidupan yang tingkat kesejahteraan belum tercapai. Gereja sebagai lembaga spiritual jemaat mulai mengadakan pemberdayaan ekonomi yang bertujuan untuk membantu meningkatkan pendapatan dan taraf hidup warga jemaat.
Jemaat tidak bisadibawah saja dalam pelayanan gereja yang spiritual saja seperti ibadah-ibadah. Ini bukan berarti ibadah itu tidaklah penting, tapi disamping itu harus sejalan dengan aspek lainnya yang turut membentuk kehidupan umat. Kecendrungan gereja memahami ibadah secara ritual saja, akan menyebabkan ketimpangan terhadap hakekat ibadah itu sendiri. Van Dop menyebutkan sebagai Celebration of life, perayaan kehidupan” atau lebih ditekankan pada kehidupan baru dalam Kristus, sehingga harus mengandung unsure-unsur, seperti : pertemuan jemaat, doa-penyembahan dan nyanyian, bersifat penggembalaan, peringatan bahwak kesaksian dan katekese, keseluruhan aspek ini harus diwujudkan
Pemberdayaan dan perlengkapan (Empowerment) diartikan sebagai penciptaan dan pengembangan situasi menang-menang (win to win) sehingga semua orang memiliki kemampuan dan kesempatan berkinerja, bermutu, berkreasi, berinovasi dan mengembangkan diri. Sangat benar bahwa pemberdayaan SDM merupakan tugas pekerjaan rumah gereja yang sangat mendesak untuk dilakukan. Ada kekuatiran muncul dalam hati jangan-jangan hanya tahu membicarakan tantangan globalisasi tapi tidak tahu atau tidak mau menyikapi dan menanganinya menjadi sebuah modal untuk pelayanan Gereja. Atau jangan-jangan kita hanya tahu bercerita, berbicara tentang pemberdayaan SDM di tetapi soal aktualisasinya tidak mau atau tidak mampu, jadi disini kita dituntut untuk lebih serius memikirkan dan merenungkan dan tentu saja melakukannya.
Gereja haruslah melakukan fungsi pemberdayaan. Banawiratma, melihat bahwa gereja harus menjatuhkan pilihan itu pada pemberdayaan umat yang transformatif demi memanusiakan manusia sebagai subjek yang mandiri dalam memperjuangkan kehidupan bersama yang lebih manusiawi.
Terhadap tanggungjawab gereja dalam pemberdayaan umat, Hope Antobe mengusulkan bahwa gerja harus memiliki kerangka kerja yang dibangun secara praksis dalam pemberdayaan umat manusia yang meliputi : a. Study, langkah ini adalah untuk mempelajari faktor yang berkaitan dengan ketidakberdayaan yang dialami dan berkaitan dengan ketrampilan. b. Refleksi, langkah ini adalah menyoroti konteks dalam terang teks; c. Inspirasi, membuat implikasi mengenai aspek-aspek yang perlu dalm proses pemberdayaan; d. Eksperimentasi, menuangkan pendekatan, model, bentuk atau gagaasn solutif pemberayaan; e. Aksi membuat seluruh aksi-praksis dilapangan. Tahapan-tahapan ini berkesinambungan pada proses selanjutnya.
Gereja sebagai pelaksana pemberdayaan jemaat harus memiliki dasar yang kuat yang dapat dipertanggunjawabkan secara teologis sebagai respon atau jawaban terhadap tindakan Allah yang menyatakan diri kepada dan demi memberdayaan mansuia. Dasar itu adalah : Hidup, Gereja dan dirinya, karya Allah, dam tugas misioner.
Intervensi gereja dalam bidang sosial-ekonomi harus dilihat sebagai suatu panggilan, sebab dalam pemikiran ekonomi, harus dikembangkan sikap yang berpihak pada orang miskin, yang tersingkir dan tertindas. Dan sebaliknya dalam teologi eukonomia yang berpihak kepada mereka yang miskin, yang lemah dan yang tertindas harus merupakan suatu panggilan, suatu keharusan dan kehendak Tuhan. Nilai-nilai ekonomi yang dikembangkan berdasarkan nilai-nilai etis dan moral spritual Ilahi, yaitu telah menyatakan keberpihakan-Nya pada orang miskin.
Realitas keluarga di jemaat Hulaliu, memperlihatkan adanya sebuah bentuk kertergantungan yang tinggi terhadap sebuah upaya pemberdayaan dalam hal ini adalah gereja. Kepercayaan mereka bahwa gereja merupakan institusi yang baik dalam mengurus keuangan dan memberikan pelayanan yang baik menambah perilaku ketergantungan. Gereja harus memikirkan cara pemberdayaan kepada keluarga-keluarga dengan suatu cara yang lebih baik agar tidak terjadi ketergantungan pada modal usaha. Artinya pemberdayaan gereja harus mempunyai arah dan lebih transformatif. Dengan demikian pelayanan diakonia kualitatif yang dilakukan gereja berupa membarikan bantuan berupa uang haruslah bisa ditransformasikan kepada pelayanan diakonia yang transformatif. Dalam hal ini memberi dan membantu orang agar manusia dapat merubag dirinya sendiri. Dengan demikian dapat mengurangi ketergantungan kepada gereja.

GEREJA SEBAGAI KOMUNITAS YANG MEMBERDAYAKAN
Gereja sebagai komunitas yang memberdayakan. Dengan dalih Gereja sebagai lembaga keagamaan tidak boleh memihak alias harus netral dalam masyarakat para pemimpin Gereja lantas tidak begitu peduli dengan masalah-masalah sosial yang bersifat politis.
Gereja sebagai Komunitas iman para murid Yesus Kristus politis yang lahir dari semangat spiritualitas Allah dalam Yesus Kristus seharusnya mengembangkan dirinya menjadi sebuah kekuatan sosial politis yang memberdayakan warga jemaat dan warga masyarakat.
Gereja pertama-tama dan bahkan harus ditegaskan di sini ialah peran sosial Gereja tidaklah sebagai upaya merebut kekuasaan ekonomi dan politik itu berada dalam tangan para pejabat Gereja atau orang-orang Kristen saja. Sebaliknya, peran sosial itu lebih merupakan upaya-upaya pendampingan yang memberdayakan warga jemaat dan warga masyarakat dengan jelas mendorong terbentuknya kekuatan-kekuatan komunitas basis resistensi yang mandiri baik secara ekonomi maupun secara politis berdasarkan potensi yang mereka miliki sendiri. Melalui komunitas-komunitas basis resistensi itulah diharapkan warga jemaat dan warga masyarakat dapat membangun semacam aliansi kehidupan bersama yang saling memberdayakan yang memampukan mereka mempengaruhi proses-proses pengambilan kebijakan publik, baik secara ekonomi dan politik, yang membuka peluang kepada orang-orang miskin dan tertindas memperoleh ruang untuk mengembangkan dirinya sebagai manusia gambar Allah yang memiliki harkat dan martabat kemanusiaan yang mulia (bdk. Kej. 1:26-28 dan Maz. 8). Dengan jalan ini warga jemaat dan warga masyarakat yang sebagian besar rakyat masih hidup dengan tingkat pendapatan yang sangat memprihatinkan itu tidak menjadi korban janji-janji ekonomi dan politik.
• Kasih Yang Memberdayakan Memekarkan Kesadaran Emansipatoris
Dalam semangat missioner maka pelayanan sosial atau diakonia sosial bukan alat untuk meng-Kristen-kan orang lain yang telah menganut agama tertentu dan ataupun mereka yang belum menganut agama resmi apapun. Sebaliknya, pelayanan sosial atau diakonia sosial itu dimaksudkan sesama kita boleh mengalami kehadiran KRISTUS dalam hidupnya, sebuah kehadiran penuh kuasa yang memberdayakan. Dalam hal ini, pelayanan sosial atau diakonia sosial komunitas Kristen harus merupakan diakonia pemberdayaan secara structural.
KELUARGA DAN TEOLOGI PEMBERDAYAAN
Teologi pemberdayaan ialah refleksi teologis Kristiani yang mendorong proses transformasi sosial, baik secara ekonomi dan politik, yang bertitik-tolak dari potensi yang dimiliki orang-orang miskin dan tertindas itu sendiri. Dengan kata lain, teologi pemberdayaan adalah teologi yang membuat orang-orang miskin dan tertindas menemukan potensi-potensi emansipatoris yang terdapat dalam semangat hidup mereka sendiri, baik itu dalam bentuk semangat hidup kultural maupun semangat hidup religius mereka. Atau dapat juga dikatakan bahwa teologi pemberdayaan adalah teologi yang memampukan orang-orang miskin dan tertindas tidak silap dengan kemurahatian yang lahir dari kepribadian pedonor dan pendamping yang bermental posesif serta mampu mempertanyakan segala bentuk bantuan secara kristis bahkan mampu menolak bantuan itu kalau bantuan itu hanya akan memperpanjang penderitaan mereka.
Tentang teologi pemberdayaan dari gereja lebih mengena dekat dengan masyarakat dari pada teologi pembebasan di Amerika Latin-Asia dan/atau teologi pembangunan di Indonesia selama Orde Baru. Teologi pembebasan yang berkembang di Amerika Latin dan Asia, baik dalam bentuk teologi pembebasan Amerika Latin maupun teologi pembebasan Filipina, telah gagal membuat orang-orang miskin menjadi subyek dalam mengatasi masalah kemiskinan material yang mereka alami dan kekuasaan politik yang menindas mereka. Kegagalan yang sama, bahkan lebih parah lagi terjadi dengan teologi pembangunan di Indonesia sebagaimana digagas oleh Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia di bawah pengaruh yang sangat dominan dari T.B. Simatupang. Kegagalan itu sangat terkait dengan cara bagaimana memandang orang-orang miskin sebagai subyek dalam sejarah hidup mereka.
Dalam teologi pembebasan dan teologi pembangunan ditekankan perlunya orang-orang miskin dibebaskan dari seluruh ikatan-ikatan yang dipandangnya mempermiskin dan menindas mereka. teologi seperti ini dan memandangnya sebagai teologi yang paling prospektif dalam upaya Gereja dan orang-orang yang berkehendak baik mengatasi masalah kemiskinan material dan kekuasaan politik yang menindas. Teologi pembebasan atau di Indonesia dalam bentuk teologi pembangunan Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia itu juga memiliki kecenderungan mematikan “benih-benih emansipatoris” yang secara potensial hidup dan terhayati oleh orang-orang miskin dan tertindas, baik itu dalam bentuk semangat emansipatoris sebagaimana hidup dalam kesadaran kultural maupun semangat emansipatoris sebagaimana terhayati dalam iman dan kesadaran religius orang-orang miskin dan tertindas itu. Dengan kata lain, teologi pembebasan yang menekankan proses pembebasan dari secara tidak disadarinya cenderung mengabaikan “benih-benih emansipatoris” yang secara potensial dimiliki oleh orang-orang miskin dan tertindas itu. Dengan demikian secara tidak disadarinya teologi pembebasan seperti halnya teologi pembangunan di Indonesia memiliki potensi memperdaya (empowerless) orang-orang miskin dan tertindas. Sehingga tanpa dikehendakipun teologi pembebasan telah menyediakan pintu-masuk (entry point) bagi kekuatan ekonomi pelaku bisnis yang bermental narsistis dan para politik.
ALLAH YANG MEMBERDAYAKAN
Keyakinan teologis tentang Allah dalam Yesus Kristus sebagaimana dipelihara dalam tradisi iman Kristiani adalah Allah yang memberdayakan. Kuasa pemberdayaan Allah itu sangat nyata dalam narasi mengenai narasi penciptaan dalam Kejadian 1-2 dan Injil Yohanes mengenai rahasia inkarnasi Allah dalam Yohanis 1:14. Kedua narasi itu mengungkapkan tindakan penyelamatan yang bersifat memberdayakan.
Narasi penciptaan dan rahasia inkarnasi Allah sebagaimana disesinggung di atas. Sebenarnya apa yang kita baca dalam narasi penciptaan dan rahasia inkarnasi Allah adalah karya penyelamatan Allah yang memberdayakan. Kalau kita memperhatikan dengan teliti cerita penciptaan maka kita akan segera menyadari bahwa Allah menciptakan kehidupan ini (manusia dan makhluk hidup lainnya) Kejadian 1:1-25 ialah Allah justru memberdayakan segala sesuatu yang telah ada. Jadi, sebenarnya narasi Kejadian 1:1-25 memberi kesaksian mengenai politik Allah sebagai karya pemberdayaan.
Politik pemberdayaan Allah dalam rahasia inkarnasi Allah dalam Yesus Kristus. Aspek komunikasi-personal yang diwujudkan dalam rahasia inkarnasi Allah itu adalah suatu aspek penting dari semangat dasar pemberdayaan. Politik pemberdayaan Allah dengan merujuk kepada inspirasi teologis inkarnasional ini. Kita bisa menambahkan contoh lain di sini tentang politik pemberdayaan Allah dalam Yesus Kristus itu sebagaimana dalam kisah Yesus memanggil murid-murid-Nya (lihat Markus 1:16-20; Matius 4:18-22; Lukas 5:1-11). Cukup jelas di sini bahwa Yesus memanggil orang untuk menjadi murid-Nya dengan tidak menyangkal latar belakang mereka dan/atau apa yang menjadi potensi mereka.
Yesus memberi makan lima ribu orang dengan lima roti dan dua ikan adalah juga contoh yang paling baik tentang semangat spiritualitas yang memberdayakan (bdk. Matius 6:30-44 dan kesejahteraannya). Yesus dalam kasus ini adalah suatu tindakan sosial yang bersifat pemberdayaan di tengah-tengah kekuasaan ekonomi dan politik dalam tangan mereka yang kehilangan kepekaan sosial yang memberdayakan dan nurani kemanusiaannya yang lebih dipengaruhi oleh semangat kemanusiaan yang posesif atau penuh pamrih.




Perayaan Paskah 2010

Nantikan Liputannya..

AMA HATURESSY

Oh Haturessy Ama Patti Lounusa Ama Nahoka Rakanyawa
a-u pataru’ wa-amu samata wa’ pahanumu nala tihi potua

toturain yanain e.. pala apa ni melain waihokal e.. pa’sosa
pala hari pahanu aman
anapa au o-i heka lau herimu au panoe ale sorimu

Oh haturessy kupa mese-mese hatu haha ama malona e maela
Au paturu nala au mata tau aheri’sa nala tihi potua
….Terjemahan….
Oh Haturessy negeri raja himpun pulau negeri labuhan rakanyawa
Beta berjanji padamu selalu mau membangun sampai akhir masa

Tanjung yanain memanggil manggil, pohon nyiur waihokal mengingatkan
Minta pulang membangun negeri
Kalaupun kupergi jauh darimu aku ingat kau selalu

Oh Haturessy duduk di atas batu negeri lelaki yang keramat
Aku berjanji sampai aku mati takkan kulupa sampai akhir masa…
Oleh : Bpk . A . Laisina.

Doa Bapa Kami Dalam Bahasa Hulaliu

Amau’ka loto lanito
Kope nalamu
Um kayarani lai
Pasuka’um kawa’a, eke karasan
ahanau’u lanito
Koe wa’ ami potu ti, ami’m amanam.
Laha ampong ya’ ami ma poso ahia,
Sire lahai is puna ahia wa’ ami
Laha ehe’e peki ami eke poso soe laloi
Tapi kamusii ami eke malatutur
Karna Ale kayarano, laha’m kuasa
Kura kemuliaan, nalai mese-mese
Amin….

Terjemahan oleh Bpk Jopi . Laisina
Hulaliu, Maret 2010

profil Gusmon Sahureka

Kemegahan Terakhir