LAOR / Eunice Viridis / Cacing Wawo
Sabtu, 14 Maret 2009
Laor memenuhi pantai Hulaliu. Ilmu Biologi menjelaskan Laor merupakan binatang triploblastik selomata Hidup di air laut, tubuhnya bersegmen. Setiap segmen dibatasi oleh sekat (septum). Sudah memiliki sistem syaraf, pencernaan, ekskresi, reproduksi dan sistem pembuluh.
Masyarakat Hulaliu secara tradisional menangkap atau menjaring Laor pada bulan Maret atau April tepatnya pada “bulan gelap tiga” (3 hari setelah bulan purnama).Masyarakat biasa menyebutnya dengan “Timba Laor” Alat yang digunakan untuk menimba laor adalah sebuah jarring atau kain kasa yang halus, masyarakat Hulaliu menyebutnya dengan kareng-kareng. Waktu timba Laor berlangsung setelah terbenamnya matahari hingga terbitnya bulan. Proses timba laor yang berlangsung saat malam ini mengharuskan untuk membawa lampu guna penerangan, selain berfungsi sebagai penerangan, cahaya lampu dapat membuat laor makin bermunculan dan makin banyak hasil yang didapatkan. Laor yang ditimba mulai dari tepian pantai dan berangsur-angsur ke tengah laut. hingga bulan naik pertanda laor makin berkurang.
Laor yang ditangkap ditempatkan didalam ember dan dibawa pulang untuk keluarga. Selain utnuk santapan keluarga laor juga dijual bagi mereka yang tidak sempat menimba laor atau karena kesalahan menghitung waktu tepatnya untuk menimba laor.
Laor yang kaya akan protein ini diolah menjadi “laor garam, digoreng atau juga dengan sedikit tambahan kacang”. Laor juga menjadi oleh-oleh yang paling indah buat sanak saudara yang ada di rantau karena keunikannya yang hanya muncul setahun sekali dalam 3 jam.
Menurut Bpk Ely Pasanea Laor membuat banyak sekali hasil laut, karena banyak binatang laut yang memakan laor sebagai santapan terkhususnya gorita, sehingga hari-hari sebelum dan sesudah laor banyak sekali masyarakat yang mendapat gurita.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar