Kegiatan Awal tahun

Lelang Jemaat yang berlangsung tiap tahun sebagai pemberian dari jemaat

Raja Negeri Hulaliu, Ketua IKKHAR dan Bpk Hans Taihuttu
saat makan patita 2 Januari 2009

Ibu Raja negeri Hulaliu, turut dalam makan patita dengan warga

Antusias Warga, makanan enak, makan dengan asyik

Mandi dan Menikmati kelembutan pasir putih Janain dan indahnya panorama

Tahun Baru 2009





Kunci Taong Terakhir



Gereja BARU

ini adalah gambar gereja Hulaliu yang baru yang akan dibangun di tahun ini.
mungkin semua basudara tahu tentang proses pembangunan gedung gereja yang baru tapi melihat rancangannya sama sekali belum.. Ahaone menampilkan gambar demi kepentingan informasi yang basudara butuhkan...

semoga Tuhan memberkati kita dan memberi kita kekuatan dalam proses pembangunan gedung gereja ini.
















Gereja Baru

Kunci Taong Terakhir Di gareja Tua

MALAM KUNCI TAONG

Malam kunci taong kali ini merupakan malam kunci taong terakhir di gereja Tua karena akan dibangun di tempat ini gedung gereja yang baru, banyak basudara yang datang dari rantau untuk bersama ada dalam malam kunci taong terakhir di gereja tua ini. Ibadah yang dipimpin oleh pendeta jemaat J . Lopuhaa Pembacaan Alkitab Yosua 24 : 1-14

dalam khotbah Pendeta menyampaikan bagi umat untuk tetap ada dalam semangat guna proses pembangunan gedung gereja yang baru hingga dalam Syafaat pun pendeta berdoa untuk pembangunan gereja baru… ibadah yang saat itu di dukung oleh VG dan paduan suara menambah syahdunya malam kunci taong.

Setelah selesai ibadah Raja negeri Hulaliu menyampaikan beberapa pesan Menyambut Tahun Baru

o Menjaga keamanan dan ktertiban melihat kondisi global dan keamanan local dihatuhaha

o Tidak ada pesta negeri diganti dengan tradisi makan patita di tanjong janaian dan diselesaikan dengan badendang masuk negeri hulaliu

o Pemakaman keluarga yang meninggal dunia tidak boleh lagi di pekarangan rumah tetapi haruslah di tempat Pemakaman umum yaitu kerko

o Mari katong membangun gereja baru agar kelak dapat mengatakan dengan bangga for anak cucu bahwa gareja baru ini Bapa / mama, Om, Tante punk tampa tangan ada di akang. Terima kasih buat anak negeri dari rantau yang sudatang di negeri hulaliu..Buat basudara di rantau mari katong dukung pembangunan di dalam negeri

Injil Masuk Di Negeri Hulaliu

INJIL MASUK NEGERI HULALIU

I. PENDAHULUAN

Dewasa ini kemajuan teknologi informasi yang begitu pesat, menyebabkan seseorang akan dengan mudah mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Informasi tersebut boleh didapat melalui referensi kepusatakaan yang tersedia, boleh juga didapat melalui media massa maupun media elektronik lainnya secara tepat dan akurat.

Namun untuk mendapatkan informasi yang akurat tentang berbagai masalah masa lampau (tempo dulu) kiranya sangat sulit untuk mendapatkannya seperti untuk menelusuri jejak-jejak pelaksanan Pekabaran Injil di Hulaliu, bukanlah merupakan suatu pekerjaan yang mudah. Hal ini terkendala oleh beberapa masalah antara lain dapat disebutkan sebagai berikut:

1.1. Tidak banyak terdapat referensi kepustakaan yang dapat digunakan sebagai acuan

1.2. Kalaupun informasi tersebut disampaikan secara lisan mudah ditebak akan terjadi berbagai perubahan dalam hal penyampaiannya dari satu sumber ke sumber yang lain sehingga informasi yang dibutuhkan tidak lagi sesuai dengan yang aslinya.

Dalam kondisi semacam ini diperlukan sedikit kemampuan menganalisis informasi tersebut untuk mendapatkan jawaban kompromi yang lebih mendekati kebenaran.

Dalam makalah ini akan dibicarakan 4 hal penting tentang Pekabaran Injil di Hulaliu antara lain dapat disebutkan sebagai berikut:

a. Pekabaran Injil Zaman Portugis (1590 – 1605)

b. Pekabaran Injil Zaman VOC (1605 – 1815)

c. Pekabaran Injil Zaman NZG (1815 – 1864)

d. Pekabaran Injil Zaman Pemerintah Hindia Belanda (1864 – 1935)

Melalui rincian sebagaimana disebutkan di atas diharapkan penelusuran terhadap jejak Pekabaran Injil di Hulaliu dapat diketahui.

II. PERKEMBANGAN PEKABARAN INJIL DI HULALIU

Pekabaran Injil di Hulaliu pada zaman Portugis berlangsung singkat ± 15 tahun kurun waktu antara tahun 1590 – 1605.

1. Upu Pikai Laisina

Menurut catatan sejarah Upu Pikai Laisina sebagai tokoh sentral kepemimpinan masyarakat ”Aman Hatu Alassi (Hulaliu) dicari dan dibujuk oleh Portugis kemudian beliau dibaptis secara Katholik pada tanggal 31 Desember 1590, yang kemudian diganti namanya menjadi ”Simon Supu Laisina”.

Selanjutnya disebutkan bahwa Simon Supu Laisina ini merupakan orang pertama yang menerima Sakramen Baptisan secara Katholik.

2. Pembaptisan Secara Massal

Dengan menggunakan jasa baik dari Simon Supu Laisina beserta para pengikutnya terkumpullah masyarakat Aman Hatu Alassi (Hulaliu) di tepi pantai Urumau pada saat air surut (meti) lalu dilaksanakan pembaptisan massal tersebut oleh Portugis. Tentang masalah pembaptisan secara massal ini terdapat perbedaan pendapat dari beberapa sumber pembaptisan secara massal tersebut.

Dari sumber pertama disebutkan bahwa yang melaksanakan pembaptisan massal di pantai Urumau tersebut adalah Gustaf Jansen.

Namun berdasarkan sumber lain yang merupakan hasil wawancara ”Tim Pencari Data dan Informasi Seminar” dengan mantan Uskup Diosis Amboina Monsinyur Sool, MSc[2] dikatakan oleh beliau bahwa kemungkinan besar pembaptisan massal di pantai Urumau tersebut bukanlah dilakukan oleh Gustaf Jansen, karena dilihat dari namanya Gustaf Jansen adalah seorang Belanda dan bukan seorang Portugis dan informasi ini diperkuat dengan daftar Pastor Katholik yang dikirim ke Ambon, tidak terdapat nama Gustaf Jansen.

Menurut C. Wissel S. J dalam bukunya : ”Sejarah Misi Katholik di Maluku”[3] disebutkan bahwa untuk melaksanakan pembaptisan massal di Ambon dan Lease ditugaskan secara khusus 3 orang Pastor masing-masing: Pastor Antonio Marta tiba 13 Maret 1587; Pastor Pero Nunez tiba 16 November 1589; tetapi kemudian meninggal dunia di Ambon tahun 1591. Sedangkan Pastor Lorenso Masonio tiba di Ambon 5 Desember 1590 sampai tahun 1605. Sementara Pastor Antonio Marta sendiri berangkat ke Goa pada tahun 1591. Dari penjelasan tentang ketiga Pastor di atas dapat disimpulkan bahwa Pastor Lorenso Masoniolah yang diperkirakan melakukan pembaptisan massal di pantai Urumau tersebut. Selanjutnya oleh Monsinyur Sool MSc disebutkan pula bahwa setiap pembaptisan massal dalam Agama Katholik selalu ditangani oleh seorang Pastor, dengan menggunakan Akta Baptisan Kudus dalam bahasa Yunani sebagai berikut: ”Ego te Baptiso in Nomine Patris et Felu et Spiritus Sancti” ( = Aku membaptis engkau/kamu dalam Nama Bapa, dan Putra dan Roh Kudus).

3. Gereja Santo Theo

Santo Theo” merupakan nama Gedung Gereja Katholik di Hulaliu yang dibangun sebagai tempat berbadah antara tahun 1590 – 1605. Tidak diketahui dengan pasti siapa yang membangunnya. Dilihat dari namanya ”Santo Theo” mengandung makna yang sangat religius karena:

- Santo ( = utusan)

- Theo ( = Tuhan, Allah)

Sehingga ”Santo Theo” ( = utusan Tuhan atau utusan Allah)

4. Akhir Penyebaran Agama Katholik di Hulaliu

Menurut C. Wissel S. J.[4] disebutkan bahwa seluruh aktivitas baik perdagangan maupun penyebaran Agama Katholik, serta upaya perluasan wilayah kekuasaan berakhir secara serentak pada tahun 1605, karena dikalahkan atau diusir secara paksa oleh VOC. Dari penjelasan di atas hal itu berarti bahwa misi penyebaran Agama Katholik di Hulaliu hanya berlangsung selama ± 15 tahun saja (1590 – 1605). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam kurun waktu yang begitu singkat diyakini tidak banyak yang dapat dibuat oleh para penginjil Portugis pada waktu itu. Tidak juga diketahui dengan pasti berapa banyak anggota jemaat yang sudah dibaptis secara Katholik.

5. Beberapa Peninggalan Historis

Walaupun upaya penyebaran Agama Katholik di Hulaliu hanya berlangsung ± 15 tahun namun mereka boleh berbangga hati atas peninggalan bersejarah antara lain:[5]

5.1. Dapat membangun sebuah Gedung Gereja dengan nama ”Santo Theo

5.2. Penggunaan Pakaian Tradisional gerejawi yang hingga kini masih dipelihara secara lestari yakni Pakaian Hitam terutama bagi mereka yang baru menerima pangkat ”Sidi Baru” antara lain:

5.2.1. Wanita memakai kain hitam dan baju hitam dengan menyandang ”kain pikul” yang dipenuhi dengan manik-manik dibahu kiri.

5.2.2. Para pria memakai celana hitam dan baju (kebaya) hitam dengan Baniang Putih atau jubah panjang hitam dan celana hitam.

5.2.3 Pakaian hitam ini baik wanita maupun pria memakainya juga pada upacara-upacara adat lainnya dengan menyandang ”Lengso” di leher.

5.2.4. Orkes Suling Bambu yang ditiup oleh para pemuda dalam mengiringi lagu-lagu gereja juga merupakan peninggalan zaman Portugis.

5.2.5. Khusus untuk Orkes Suling Bambu ini pada Zaman Joseph Kam terus dikembangkan sebagai musik gerejawi yang diwajibkan.

B. PEKABARAN INJIL ZAMAN VOC

1. Misi Yang Diemban

Berakhirnya kekuasaan Portugis di Maluku pada tahun 1605 memberi kesempatan yang luas bagi VOC (Verenigde Oostindische Compagnie) untuk melaksanakan hak-hak ”Oktroinya” yaitu hak untuk memonopoli semua kegiatan perdagangan, perkabaran Injil maupun hak-hak politik lainnya.

Menurut Frank L. Cooley dalam bukunya ”Mimbar dan Tahta” dikemukakan bahwa misi yang diemban itu meliputi:[6]

1.1. Menghentikan semua kegiatan Portugis terutama menyangkut perdagangan dan penginjilannya dan segera meninggalkan Indonesia (Maluku)

1.2. Melaksanakan upaya pelayanan rohani hanya untuk warga Belanda saja baik mereka yang berada di bidang pemerintahan maupun mereka yang terdaftar sebagai Pegawai Kompeni dan lain-lain sebagainya. Ini juga berarti bahwa pelayanan rohani bagi penduduk pribumi tidak terlalu penting. Yang penting bagi VOC ialah bagaimana VOC bisa merangkul mereka sehingga mereka merasa sebagai bagian yang intergral dari VOC atau Kompeni.

1.3. Memberantas segala macam penyembahan berhala dan agama palsu yang kelihatannya masih merajalela diantara anggota jemaat.

1.4. Memprotestankan semua anggota jemaat yang terlebih dahulu telah memeluk Agama Katholik dan mengkristenkan semua penduduk pribumi yang masih memeluk Agama Kafir.

Kondisi ini berlaku juga bagi seluruh anggota jemaat Hulaliu yang sebelumnya telah dibaptis secara Katholik. Pembaptisan semacam ini pada mulanya dilaksanakan secara hati-hati namun kurang berhasil dan selanjutnya dilaksanakan secara paksa demi memenuhi ambisi politiknya untuk mengisoler penduduk pribumi dari sisa-sisa pengaruh Portugis.

2. Simon Supu Laisina

Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa Simon Supu Laisina Ama Patih Lounusa adalah orang Hulaliu pertama yang secara sukarela menerima sakramen Baptisan dalam Agama Katholik pada tanggal 31 Desember 1590. Simon Supu Laisina pulalah merupakan orang pertama yang menentang pembaptisan ulang secara Protestan yang dilakukan oleh VOC (kompeni) karena tindakannya ini ia kemudian ditangkap atas perintah Gubernur Jenderal Frederik Houtman pada tanggal 15 Mei 1605, kemudian diasingkan ke Makassar dan meninggal dunia karena hukuman gantung pada tanggal 1 Maret 1637. Pada gambar 1 di samping terlihat Monumen dari Simon Supu Laisina dan berisi penjelasan sebagai berikut:

SIMON SUPU LAISINA AMA PATIH LOUNUSA HATURESI RAKANYAWA PATIH PERTAMA-TAMA DARI NEGERI HOELALIOE SUDAH MENERIMA SAKRAMENT PERMANDIAN SERANI R.K. DAN SUDAH DAPAT SURAT SEGURES DARI LAKSAMANA PADA VULAN MARET (ANNO 1637). PERINGATAN INI DIKERJAKAN OLEH ABRAHAM LAISINA PATIH LOUNUSA PADA 25 JUNI 1837 DAN DIPERBAIKI OLEH HERMANUS FERDINAND RUDOLF LAISINA (GEDENSIOHI E. E. R. D MILITAIR GOEPOE R.K), ANAK WARITS PUSAKA PATIH LOUNUSA PADA (28 AGUSTUS ANNO 1937) DI MAKASSAR”.

3. Runtuhnya VOC

Selama hampir dua abad (1605 – 1799) VOC berkuasa tidaklah banyak yang dibuatnya dalam upaya penginjilan kepada masyarakat Hulaliu. Ada tiga hal yang boleh dikatakan sebagai hasil keserakahan VOC terhadap masyarakat Hulaliu antara lain:

3.1. VOC berhasil mengadakan pembaptisan secara massal dengan memaksa masyarakat untuk memeluk Agama Kristen Protestan sebagai pengganti agama Katholik yang sebelumnya telah dianut.

3.2 Simon Supu Laisina Ama Patih Lounusa sangat menentang upaya penggantian agama dari Agama Katholik ke Agama Kristen Protestan karena ketetapan keyakinan imannya untuk memeluk Agama Katholik itulah maka ia diasingkan ke Makassar dan mendapat hukuman mati gantung pada tahun 1637.

3.3. Dari penjelasan di dalam Monumen di atas dapat disimpulkan bahwa Anak-anak warits dari Simon Supu Laisina hingga kini masih memeluk Agama Katholik.

III. PERAN SEORANG JOSEPH KAM SELAMA PROSES PENGINJILAN DI HULALIU

A. IDENTITAS DIRI JOSEPH KAM

· Lahir di Belanda pada bulan September 1771

· Tiba di Ambon pada tanggal 3 Maret 1815 dalam usia 44 tahun

· Kawin dengan Sara Maria Timmerman seorang gadis Belanda – Ambon, pada tanggal 28 April 1816.

· Meninggal Dunia pada tanggal 18 Juli 1833 dalam usia 62 tahun

· Semasa pemerintahan Inggris di Indonesia (1811 – 1815) Joseph Kam diutus untuk pertama kalinya sebagai pekabar Injil dari Organisasi Penginjilan Belanda NZG (= Nederlandche Zendeling Genootchap).

· Dalam masa tugasnya di Maluku (1815 – 1833) atas tugas-tugas penginjilannya yang tak pernah mengenal lelah ia diberi gelar (julukan) sebagai “Rasul Maluku”.

B. KEHADIRAN JOSEPH KAM DI HULALIU

1. Gambaran Awal tentang kondisi Jemaat

Menurut I. H. Enklaar (1980) dalam bukunya ”Joseph Kam Rasul Maluku”, disebutkan bahwa kehadiran Joseph Kam untuk pertama kalinya di Hulaliu pada tanggal 19 Oktober 1822.

Untuk mendapatkan gambaran awal tentang kondisi anggota Jemaat yang dikunjunginya Joseph Kam mencatat hal-hal sebagai berikut:[7]

-

Jumlah Anggota Sidi Dewasa

=

163 orang

-

Jumlah Anggota Sidi Baru

=

6 orang

-

Jumlah Baptisan Dewasa

=

72 orang

-

Jumlah Baptisan Anak-anak

=

12 orang

-

Jumlah Anak-anak Sekolah

=

94 orang

-

Jumlah Anak-anak belum Sekolah

=

29 orang

-

Orang Kafir yang belum dibaptis

=

- orang


Total Jumlah Anggota Jemaat (penduduk) Hulaliu

=

376 orang

Dari gambaran data pada halaman sebelumnya dapat disimpulkan tentang beberapa hal sebagai berikut:

- Jumlah anggota Jemaat sama dengan jumlah penduduk Hulaliu pada saat itu sebanyak 376 orang

- Tidak ada lagi orang kafir pada waktu Joseph Kam tiba di Hulaliu. Hal ini berarti bahwa semua penduduk telah di baptis secara Kristen Protestan.

- Jumlah anak yang mengikuti pendidikan (sekolah) sebanyak 94 orang atau ± 25% dari keseluruhan jumlah penduduk. Hal ini menunjukkan bahwa betapa besar perhatian orang tua terhadap pendidikan anak-anaknya

2. Proses Pembaptisan Anak

Dari data yang ada pada tabel 1 dan 2 (lampiran 3 dan 4) ternyata proses pembaptisan anak di Hulaliu selama kurun waktu tahun 1814 – 1935, terdapat 2.427 anak yang telah dibaptis terdiri dari laki-laki 1.229 anak dan perempuan sebanyak 1.198 anak. Proses pembaptisan itu telah dilaksanakan sebanyak 119 kali baptisan dengan melibatkan sejumlah pendeta sebanyak 24 orang termasuk di dalamnya Joseph Kam. Joseph Kam sendiri melaksanakan proses pembaptisan ini sebanyak 6 kali baptisan dengan jumlah anak yang dibaptis sebanyak 67 orang terdiri dari anak-anak laki-laki sebanyak 23 orang dan anak perempuan sebanyak 42 orang. Pembaptisan oleh Joseph Kam ini berlangsung antara tahun 1822 – 1827[8]. Sebagai umat Kristen Protestan kita perlu berbangga hati karena pada tanggal 19 Maret 1826 atas pimpinan Joseph Kam dengan bantuan kerja sama seluruh anggota jemaat telah berupaya membangun sebuah Gereja sebagai tempat beribadah yang berlokasi pada bekas reruntuhan Gereja Santo Theo (Portugis) dan pentahbisan penggunaannya dilaksanakan pada tanggal 24 Oktober 1827 oleh Joseph Kam sendiri dan diberi nama ”Beitlahem”. Atas prakarsa Joseph Kam dibuatlah sebuah prasasti (batu bertulis) seperti ditunjukkan pada gambar 2 sebagai peringatan bagi anak cucu dikemudian hari. Agar apa yang ditulis dalam prasasti itu dapat dibaca secara luas oleh siapapun. Secara jelas di bawah ini diulang penulisannya sebagai berikut:

INILAH KADJADIAN KABAH KASUTJIANG JANG

KUDUS TELAH SUDAH MEMBAN

GONKAN ITU PADA 19 MART

TAHON 1826

DAN SUDAH DISEMPORNAKAN KARDJA JANG MULIA INI ANTARA PEUSAHAN KOM DAN PANDITA DERI PADA BATU JANG TERSUSON DAN KAJOH YANG SUDAH TERLANGKAP SAMBIL DEPERMANDIKAN PADA 24 OKTOBER TAHON 1827 ATAS TARTIP DAN PANTORANG DERI PADA TUWAN CHATIP KAMI JOSEP KAM KAPADA SAGANAP KOM DAN CHALIKHA DALAM BEITLAHEM NEGERI INI.

3. Nubuatan Joseph Kam[9]

Nubuat adalah upaya penyampaian masalah oleh seseorang yang diramalkan akan terjadi pada masa-masa yang akan datang yang didasarkan kepada kenyataan hidup pada masa kini. Demikian pula nubuatan Joseph Kam terhadap kehidupan jemaat Hulaliu didasarkan pada kenyataan hidup bersama mereka pada saat itu sebagai berikut:

- Pada akhir tugas pergembalaan dan pelayanan umat, Joseph Kam merasa sangat gembira dan mengagumi semangat kebersamaan umat dalam memberantas dan membumihanguskan semua tempat penyembahan berhala di Hulaliu dan bersumpah setia untuk tetap percaya kepada kepemimpinan Yesus Kristus dalam hidup mereka (I. H. Enklaar (1980) dalam bukunya yang berjudul ”Joseph Kam Rasul Maluku

- Selama kurun waktu 6 kali perjumpaan (1822 – 1827) yang dilakukan dalam bentuk pengembalaan umat dan pembaptisan anak. Joseph Kam mengetahui betul betapa religiusnya kehidupan beragama umat.

- Joseph Kam pun mengetahui secara dekat bahwa anggota jemaat Hulaliu merupakan pekerja-pekerja keras tanpa pamrih baik sebagai petani maupun sebagai nelayan yang trampil

- Di bidang pendidikan Joseph Kam sangat mengagumi semangat dan upaya orang tua untuk menyekolahkan anak-anaknya, sebab dari jumlah anggota jemaat pada tahun 1821 sebanyak 376 orang, 94 orang atau 25% dari jumlah anggota jemaat Hulaliu adalah merupakan jumlah anak-anak sekolah.

- Satu hal yang sangat dikagumi Joseph Kam adalah kesetiaan dan kepatuhan anggota jemaat dalam mengikuti berbagai ibadah seperti:

1. Misa (ibadah minggu)

2. Gabeti (Ibadah Kunci Usbu) dan

3. Arahad (Ibadah sekolah Minggu)

- Bahwa tidak hanya jam-jam ibadah umat menjadi perhatian dari para pendeta guru jemaat, penginjil maupun para pengasuh sekolah Minggu dan tuagama saja namun juga menjadi perhatian dari Upu Patih Lounusa yang berkuasa pada saat itu. Sebagai contoh pada masa pemerintahan Upu Patih Lounusa AS. Laisina dikeluarkanlah sebuah titah kepada masyarakat melalui tabaos yang berbunyi demikian:[10]

”HALE TITA LARI’I UPU PATIH LOUNUSA

PARUTU’M WANA WARIA PANAU’SI KOPA’SI RIMA

UMA PALAPU : WAKA’A MAI-MAI JAM-JAM

MISA, GABETI LAHA’A ISKOLA”

Terjemahannya kurang lebih sebagai berikut:

”ADA TITA DARI UPU PATIH LOUNUSA

KUMPULKAN SEMUA ANAK-ANAKMU

AJARLAH MEREKA ANGKAT TANGAN LALU BERSUMPAH

INGAT JAGA WAKTU-WAKTU IBADAH GEREJA HARI MINGGU,

KUNCI USBU DAN JAM-JAM SEKOLAH”

Kerja sama dalam pembinaan jemaat semacam inilah yang begitu terkesan bagi Joseph Kam sehingga dia mengeluarkan beberapa Nubuatan Berkat atas gambaran kehidupan anggota Jemaat Hulaliu yang setia dan religius.

Beberapa Nubuatan Berkat tersebut antara lain sebagai berikut:

3.1. Negeri ini tidak akan kekurangan roti

Bila kita telusuri makna dari nubuatan Joseph Kam ini dan dikaitkan dengan kehidupan anggota jemaat hingga saat ini maka saya dapat kemukakan bahwa tidak ada satu orang Hulaliu pun yang dapat menyangkal berkat nubuatan Joseph Kam tersebut yang masih berlaku turun-temurun hingga saat ini.

3.2. Negeri ini saya namakan Bethlehem

Berdasarkan kenyataan yang ada pada point 3.1. di atas sewajarnya Joseph Kam menamai negeri Hulaliu ini dengan nama ”Beitlahem” ( = Rumah Roti). Di dalam prasasti yang ditulis oleh Joseph Kam sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, Joseph Kam telah memberi nama ”Beitlahem” kepada gedung gereja yang dibangun dan ditahbiskan penggunaannya pada tanggal 24 Oktober 1827.

Dari dalam negeri ini akan lahir guru-guru midras dan guru-guru Agama dalam jumlah yang banyak”.

Tidak ada satupun orang Hulaliu yang bisa menyangkal hasil dari nubuatan Berkat Joseph Kam ini. Begitu banyak guru-guru Agama, guru-guru Injil telah lahir dari negeri ini. Mereka dengan senang hati telah dikirim ke berbagai tempat dalam pengabdiannya untuk menyampaikan kabar baik tentang kehadiran Yesus Kristus sebagai Juru Selamat Dunia. Dari hasil wawancara kami dengan ibu Roose Noya, Leopold Taihuttu dan Bapak Drs Ary Noya (ketiganya merupakan pensiunan PNS dan juga berprofesi sebagai guru) dapat diketahui bahwa hampir ± 70 orang dari anggota jemaat Hulaliu antara tahun 1889 – 1934 berprofesi sebagai guru jemaat dan guru Injil. Mereka ini tersebar ke Maluku Utara (Tobelo, Morotai, Kao, Weda, Makian dan Bacan), ke Maluku Tenggara, Kepulauan Aru dan Maluku Tenggara Barat, serta ke pedalaman Irian (Papua) dan juga ke Sulawesi Tengah (Poso, Toraja, Majene) dan lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran 3. Pernahkah kita mendengar ungkapan ”Negeri Hulaliu sebagai gudang Guru?” Hal ini dapat dibuktikan sebagai berikut:

a. Hampir dalam setiap keluarga orang Hulaliu pasti ada seorang Guru

b. Hampir pada sebagian besar desa di Maluku pernah bertugas seorang Guru yang berasal dari Hulaliu entah dia berprofesi sebagai guru TK, SD, SMP, maupun SLTA.

c. Dewasa ini telah lahir pula puluhan bahkan ratusan sarjana S1 dan S2 dari berbagai disiplin ilmu.

Kesemuanya ini merupakan kenyataan dari hasil Nubuatan Joseph Kam berabad-abad yang lampau terhadap kesetiaan dan ketaatan anggota jemaat Hulaliu dalam menerima Yesus Kristus sebagai Juru Selamatnya.

IV. MENGAPA 100 TAHUN USIA GEDUNG GEREJA BETHLEHEM HULALIU PERLU DIRAYAKAN

A. MENGAPA USIA 100 TAHUN

Banyak orang Hulaliu baik dalam jemaat Hulaliu sendiri maupun di luar jemaat Hulaliu sering bertanya

1. Mengapa Hari Ulang Tahun Gedung Gereja Bethlehem jatuh pada tanggal 7 Mei 2007? Dari manakah data dan informasi yang otentik di dapat untuk membuktikan hal itu?

2. Pertanyaan lain yang lebih spesifik dikemukakan antara lain apakah perhitungan 100 tahun usia itu ditentukan berdasarkan tanggal/tahun dimulainya peletakan batu pertama ataukah tanggal/tahun setelah gedung Gereja tersebut selesai dibangun dan ditahbiskan penggunaannya?

3. Adakah anggota jemaat yang mengetahui banyak tentang hal itu?

B. BAPAK ABRAHAM NOYA (ALMARHUM) MENJAWAB

Bapak Abraham Noya seorang pelayan yang bekerja sebagai “Tuagama” di Gereja Bethlehem Hulaliu. Beliau lahir pada tahun 1858 dan bekerja sebagai seorang pelayan dan pengabdi yang setia dalam pekerjaan Tuhan di gereja Bethlehem Hulaliu ini selama ± 65 tahun yaitu dari tahun 1888 – 1953. Beliau meninggal pada tahun 1953 dalam usia 95 tahun. Dari catatan sejarah yang dibuatnya secara tertulis dan disimpan oleh Bapak Drs. Ary Noya terungkap sejumlah data dan informasi yang berkaitan dengan sejarah pembangunan gedung Gereja Bethlehem Hulaliu yang diuraikan berdasarkan periode waktu

pelaksanaan pembangunan yang adalah sebagai berikut:

1. Gedung Gereja yang dibangun zaman Portugis antara tahun 1590–1605 bernama “Santo Theo” (utusan Allah) yang berlokasi di pesisir pantai ke arah Timur berdekatan dengan Rumah Adat “Baileu” (sekarang lokasi sekolah TK).

2. Pada bekas lokasi Santo Theo itu (karena telah lenyap dimakan usia) dibangunlah Gedung Gereja yang baru oleh Joseph Kam pada tanggal 19 Maret 1826 dan dibaptis penggunaannya oleh Joseph Kam sendiri pada tanggal 24 Oktober 1827 dengan nama Beitlahem ( I ).

3. Menurut Bapak Elsama Siahaya seorang pemerhati sejarah Negeri Hulaliu menyebutkan bahwa tukang-tukang yang membangun Gedung Gereja Bethlehem (I) tersebut terdiri dari:[11]

a. Tukang Kepala : Bapak Tapiheru (Almarhum)

b. Tukang-tukang pembantu terdiri dari:

1. Bapak Sina Pati Siahaya (Alm)

2. Bapak Losir Siahaya (Alm)

3. Bapak Jacob Siahaya (Alm)

4. Selama kurun waktu 80 tahun (1827 – 1907) jemaat Hulaliu melaksanakan ibadah pada gedung Gereja Beitlahem dan kemudian direncanakan pembangunan gedung Gereja yang baru (II) dan berlokasi di tengah-tengah negeri ke arah Barat ± 200 meter jaraknya dari gedung Gereja Beitlahem ( I ) yang lama, dengan nama Bethlehem ( II )

5. Selanjutnya menurut catatan sejarah Bapak Abraham Noya (almarhum) bahwa proses pembangunan gedung Gereja Bethlehem ( II ) tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut:

a. Pada hari Senin 28 Januari 1907 usaha pemotongan tiang Bermula mulai dilaksanakan.

b. Pada hari Selasa, 7 Mei 1907 pembangunan Gedung Gereja Bethlehem (II) dilaksanakan yang ditandai dengan peletakan batu pertama oleh Pendeta Groot Huis yang secara khusus didatangkan dari Saparua.

c. Gedung Gereja Bethlehem (II) ini selesai dibangun dan digunakan pada tanggal 24 Maret 1912 tanpa dasar permanen dan pentahbisannya baru dilaksanakan pada tanggal 1 Maret 1931 oleh Pendeta Rumsude.

d. Kepala Tukang yang menangani Pembangunan Gedung Gereja Bethlehem ( II ) ini bernama A. Peng (Cina). Namun karena satu dan lain sebab A Peng meninggal dunia secara mendadak dan diganti oleh adiknya yang bernama A Kim dalam rangka penyelesaian pembangunan tersebut.

e. Pentahbisan penggunaan gedung Gereja Bethlehem (II) ini dilaksanakan pada masa pemerintahan Upu Patih Lounusa A. S. Laisina dengan

disaksikan oleh kepala-kepala Soa yang terdiri dari:

- Bapak Tonci Taihuttu (almarhum)

- Bapak Dominggus Siahaya (almarhum) dan

- Bapak Izaac Noya (almarhum)

f. Data dan informasi pada poin b pada halaman 14 dijadikan sebagai acuan dan rujukan ide untuk merayakan Ulang Tahun ke 100 gedung Gereja Bethlehem ( II ) itu pada tanggal 7 Mei 2007.

V. PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Simon Supu Laisina merupakan orang Hulaliu pertama yang menerima Sakramen Baptisan secara Katholik pada 31 Desember 1590.

2. Pelaksanaan Pekabaran Injil di Hulaliu berlangsung selama 4 (empat) periode antara lain:

a. Pekabaran Injil zaman Portugis (1590 – 1605)

b. Pekabaran Injil zaman VOC (1605 – 1815)

c. Pekabaran Injil zaman NZG (1815 -1864)

d. Pekabaran Injil zaman Pemerintah Hindia Belanda

3. Nubuatan Joseph Kam atas kesungguhan orang Hulaliu dalam menerima Yesus Kristus sebagai Pemimpin Hidup sebagai berikut:

a. Negeri ini tidak akan kekurangan roti

b. Saya namakan negeri ini Bethlehem (rumah roti)

c. Dari dalam negeri ini akan lahir guru-guru Midras, guru-guru Agama dan guru-guru Injil dalam jumlah banyak

4. Jumlah anak-anak Hulaliu yang dibaptis selama tahun 1814 – 1934 sebanyak 2.427 orang terdiri dari anak laki-laki sebanyak 1.249 orang dan anak perempuan sebanyak 1.198 orang.

B. SARAN

1. Untuk menjamin tersedianya data yang otentik tentang perkembangan jemaat Hulaliu kedepan maka perlu dikembangkan administrasi Gereja yang lebih baik dan konsekuen.

2. Sehubungan dengan kondisi gedung Gereja Bethlehem sekarang semakin tua dimakan usia, perlu dipikirkan pembentukan sebuah panitia Pembangunan gedung Gereja Bethlehem yang baru dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan jemaat Hulaliu sesuai perkembangan jaman kedepan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kruger Muller, Sejarah Gereja di Indonesia, Badan Penerbit Kristus, Jakarta

2. Enklaar. I. H, Joseph Kam, Rasul Maluku, BPK Gunung Mulia, Kwitang No 22, Jakarta, 1980

3. Cooley. Frank. L, Mimbar dan Tahta, Hubungan Lembaga-lembaga Keagamaan dan Pemerintahan di Maluku Tengah.

4. Uhi. Jannes. Alexander, Hatuhaha Amarima Lounusa, Unpublishing (Thesis).

5. Wissel. C. S. J, Sejarah Misi Katholik di Maluku.

6. Wawancara dengan Monsinyur Sool MSc, Mantan Uskup Diosis Amboina tentang : “Siapakah Nama Pastor yang melaksanakan Pembaptisan Massal di Pantai Urumau”.

7. Kutipan dari dalam Daftar Permandian Jemaat Bethlehem, Hulaliu

8. Wawancara dengan Drs. Ary Noya cucu dari Abraham Noya (almarhum) tentang Pembangunan Gedung Gereja Bethlehem ( I ) dan ( II ).

9. Wawancara dengan Ibu Roose Noya, Bapak Drs. Ary Noya dan Bapak Leopold Taihuttu tentang Guru-guru Agama dan Guru-guru Injil asal Hulaliu

10. Wawancara dengan Bapak Elsama Siahaya, Pemerhati Sejarah Negeri Hulaliu tentang : Nama Tukang-tukang yang Menangani Pembangunan Gedung Gereja Bethlehem ( I ) Zaman Joseph Kam.



[1] Disampaikan pada Seminar Sehari pada tanggal 20 Juni 2007 dalam rangka Menyongsong 100 tahun usia gedung Gereja Bethlehem Hulaliu.

[2] Hasil wawancara dengan Monsinyur Soll, MSc, Mantan Uskup Diosis Amboina.

[3] C. Wissel. S. J. “Sejarah Misi Katholik di Maluku, hal 15

[4] C. Wissel. S. J. “Sejarah Misi Katholik di Maluku, hal 37

[5] Frank. L. Cooley; Mimbar dan Tahta, hal 253

[6] Dr. Th. Muller Kruger; Sejarah Gereja di Indonesia, hal 94-95

[7] I. H. Enklaar; Joseph Kam Rasul Maluku, hal 172

[8] Daftar Baptisan Anak Jemaat Bethlehem Hulaliu table 1 dan 2 (lampiran 3 dan 4)

[9] Hasil wawancara dengan Drs Ary Noya, cucu Bapak Abraham Noya (Almarhum) bulan Mei 2007

[10] Hasil wawancara dengan Bpk. Drs Ary Noya salah satu cucu Bapak Abraham Noya (Almarhum)

[11] Hasil wawancara dengan Bapak Elsama Siahaya salah seorang pemerhati Sejarah Negeri Hulaliu

Kemegahan Terakhir