Mengenal Bpk Nelis Noya



Cornelis Noya, lahir 27 Juli 1934 di Hulaliu, Kecamatan Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah dari pasangan Petrus Noya dan Antomina Taihuttu,
Pada usia 7 tahun Beliau mengikuti pendidikan bahasa Jepang di Hutan Ruatalai suatu dusun di petuanan Hulaliu karena pada saat itu kondisi belum aman, gurunya adalah Bastian Birahy dan Salah satu guru berkebangsaan Jepang yakni Ike Maru. Tahun 1943 beliau masuk SR di Hulaliu, saat di SR ia harus merubah tahun lahir menjadi 27 Juli 1947 agar umur lebih muda dan dapat mengikuti ujian SR, karena kalau tidak demikian maka akan dikeluargkanb dari sekolah. Beliau melanjutkan studi ke SMP negeri pelau, hingga kelas 3 SMP ia memutuskan untuk keluar dari sekolah untuk merantau di Ambon…
Cornelis Noya saat pindah ke Ambon, tinggal dengan Bpk Demi Noya, yang adalah komandan Militer Kota / KMK (Sekarang KODIM), bersama Demi Noya selalu membawa beliau hingga aktif dalam proses kampanye Bpk Muhamad Padang Calon Gubernur Maluku saat itu. Karena aktif di daerah asrama militer maka ia juga bersama-sama dengan Silas Papare yang berjuang untuk Irian Barat masuk ke NKRI dan melakukan beberapa kali perjalanan yakni ke Wahai hingga Misol.
Setelah Tahun 1965 beliau kembali ke Hulaliu dan tergabung dalam OPR (organisasi Pertahanan Rakyat) OPR diberikan senjata 6 pucuk untuk 12 orang anggotanya dengan tujuan membasmi sisa-sia RMS di Pulau Haruku dan untuk menyelamatkan negeri hulaliu dari siksaan Polisi dan Brimob. Anggota OPR diantaranya adalah : Johanies Sedubun, Jakob Sedubun, Adrianus Laisina, Pattihua Hatalaibessy, Ferdinand Noya, Abraham Taihuttu, dll. OPR berhasil menangkap beberapa orang RMS dan diserahkan ke Brimob yang saat itu komandannya adalah Chr Tahapary.
Setelah keamanan terwujud OPR di bubarkan, menikahi Naomi Birahy dan tahun 1969 di calonkan menjadi KADES, namun tidak lolos dan menjadi Wakil untuk kades Frets Matulessy, kemudian periode berikut juga menjadi wakil untuk kades Nataniel Taihuttu, Wakil mendampingi Kades Buce Taihuttu, Wakil mendampingi kades Dominggus Noya, Wakil mendampingi Raja Robby Laisina (Almarhum) saat inilah perda tentang pemerintahan adat. Karena beliau mendampingi 5 kepala desa sejak tahun 1969-2003, maka warga Hulaliu menyebutnya BAPAK NELES WAKIL. Tidak hanya itu Selama menjabat wakil kepala desa beliau juga menjabat sebagai kepala Soa Noya sejak tahun 1979-2003, yang kemudian diganti oleh Wellem Noija hingga sekarang.
Cornelis Noya memiliki 1 isteri Naomi Birahy, dan 7 orang anak : Petrus Noya, Hanna Noya, Theopilus Noya, Lebrina, Jakobis Noya, Martinus Noya, dan telah memiliki 13 cucu.
Hingga kini Cornelis Noya tetap berdiam di Hulaliu sebagai tokoh adat sehingga banyak memberikan kontribusi terhadap sejarah dan adat Hulaliu kepada Masyarakat negeri Hulaliu, dan juga kepada peneliti sejarah.

Ekslusif Oleh Mon Sahureka
Hulaliu, 21 September 2009

SEJARAH PERANG ALAKA

Penyusun : Bpk Max Aipassa, Bpk Hermanus Louhenapessy, Bpk Frans Pattipeiluhu, Bpk Josias Sahusilawane, Bpk Sammy Siahaya

Di salin sesuai buku Aslinya dan diposting Oleh :Gusmon Sahureka

Pada waktu dulu kala, zaman datuk-datuk sebelum bangsa barat menguasai kepulauan nusantara khusunya daerah Maluku, maka negeri-negeri kepulauan lease sebagian besar bukan berada di pesisir pantai seperti sekarang ini, tetapi letaknya di pegunungan yang penuh denganbatu-batu karang yang besar dan dikelilingi oleh goa-goa yang dalam. Begitu juga di pulau Haruku tanah Alaka, benteng kerajaan Hatuhaha, letaknya dipegunungan kurang lebih 5 km dari tepi pantai. Kerajaan Hatuhaha terdiri dari 5 (lima) soa atau negeri bagian yaitu : Hulaliu, Pelau, Kailolo, Kabau, Rohomoni. Di sini tempat Upu Patti Hatuhaha bersama kapitan-kapitano, malesi-malesio serta seluruh bala rakyat hidup dengan aman dan sentosa
Pada tahun 1571 datanglah bangsa barat yaitu Portugis ke bagian Timur Indonesia, dan menduduki pulau-pulau di Maluku. Begitu juga tanah Alaka Benteng Hatuhaha ingin sekali diduduki oleh mereka. Selama beberapa hari, angkatan laut musuh mondar-mandir di selat Haruku dan mendaratlah angkatan perangnya disitu. Sementara itu ada seorang anak buah dari Patti Hatuhaha yang bernama Patti Kasim turun kelaut untuk mencari ikan, dan ia tidak tahu ada musuh disitu yang sedang emndari jalan ke Alaka. Patti Kasim yang ditanggap dibawah kehadapan panglima musuh; Patti Kasim diberikan 1 karung beras untuk dibawah pulang. Disini muncul tipu muslihat musuh. Sebelum beras itu diberikan, meraka melubangi karungnya sehingga dalam perjalanan ke Alaka, jatuhnya butir-butir beras ke tanah sehingga menjadi penunjuk jalan bagi musuh.
Setibanya Patti Kasim di Alaka, ia menceritakan kejadian tadi kepada Patti Hatuhaha. Secara serentak Patti Hatuhaha mengumpulkan bala rakyatnya dan menceritakan apa yang terjadi. Patti hatuhaha segera memerintahkan semua kapitan dan malesinya untuk bersiap-siap menghadapi setiap penyerangan, demi mempertahankan tanah air, tanah tumpah darah mereka. Kini pasukan musuh menuju ke Alaka menurut butir-butir beras tadi dan meraka bertemu dengan pasukan Patti Hatuhaha disini terjadi penyerbuan musuh terhadap benteng Hatuhaha, dan disambut dengan gigih oleh pasukan hatuhaha, yang tak mau mengenal mundur. Walaupun waktu itu masih kuno perlengkapan perang yakni parang dan salawaku, tetapi kapitan-kapitan Hatuhaha sangat pandai dalam mengatur strategi perang, oleh karena musuh dengan alat perang yang serba modern, maka mengakibatkan banyak anak buah dari Patti Hatuhaha menjadi korban. Kapitan pengharapan Hatuhaha pun ditangkap, kini menghadap panglima musuh. Sesudah dibujuk dengan kata-kata yang manis, pakaian serta makanan dan minuman yang enak-enak, maka ia setuju menjadi kaki tangan musuh, untuk melawan saudara-saudaranya sendiri. Kapitan ini kemudian kembali dan bertemu dengan teman-temannya yang ada dalam tahanan dan membujuk untuk menjadi anak buah musuh dan taat kepada pemerintahan musuh. Ada juga yang tetap menentang dan melarikan diri.
Musuh kini menduduki tanah Alaka, Patti Hatuhaha bersama anak buahnya mengundurkan diri dan mengadakan perlawanan secara gerilya. Sementara itu mereka berusaha meminta bantuan dari saudara-saudara dari pulau tetangga. Patti Hatuhaha kehilangan pengharapan karena anak buahnya makin hari makin berkurang. Dicari bantuan ke Ambon ( gunung Salahutu), di Nusa Ina (pulau ibu=seram), tetapi nasib tetap buruk.
Kira-kira sebelum peristiwa Alaka ini, terjadi perang saudara di Nusa laut yang namanya perang MOLAA. Salah seorang dari tanah Molaa yang melarikan diri dari peperangan tersebut, dan tibalah di pulau Haruku. Bertemulah ia dengan seorang anak buah dari Patti Hatuhaha yang sedang mendari ikan di laut. Setelah mereka berdua bertemu maka ia dibawa ke Patti Hatuhaha. Pertemuan antara saudara dari Molaa dengan Patti Hatuhaha, maka saudara ini menceritakan apa yang terjadi di negerinya. Katanya ada seorang kapitan yang gagah perkasa yang turut memberi bantuan dalam pertempuran itu. Namanya “Kapitan LISAL ESAA, kapitan matahari naik dari pulau Saparua tanah Huhule, tanah BEINUSA AMALATU, KAPITAN AIPASSA LATU HUHULE. Patti Hatuhaha menerima berita ini dengan lega hati dan serentak juga memerintahkan 2 anak buahnya menuju Huhule untuk meminta bantuan dari kapitan Aipassa.
Kedua utusan meninggalkan tanah Alaka Pulau Haruku menyeberang dari Hulaliu ke tanjung Uniputty Kulur, menuju pelabuhan Tuhaha, masuk di sungai Wai Ila dan mendaratlah pada sebuah tempat yang bernama Mata Air Seram. Keduanya terus berjalan menuju tanah Huhule, yang disitulah berdiam UPU LATU HUHULE, kapitan Aipassa yang didampingi oleh pangima-panglima yang gagah perkasa : KAPITAN POLLATU, KAPITAN PATTIPEILUHU dan KAPITAN SAHUSILAWANE. Tanah Huhule letaknya kurang lebih 6 km dari pesisir pantai. Huhule yang besar dan berkuasa dimana kapitan Aipassa bersemayam dengan segala kebesarannya dengan soa-soa atau bagian antara lain : AMAPATAL, TALEHU, AMAPUANO, MATALETE, APALILI, TAHAPAU, AMAHUTAI dan SOPAKE.
Di depan pintu negeri Huhule kedua utusan dari Hatuhaha itu ditahan oleh kapitan Sahusilawane pengawal negeri. Setelah sahuselawane mendengat maksud kedatangan kedua utusan tersebut, maka keduanya dibawa menghadap Latu Huhule. Setelah para utusan menyampaikan maksud mereka kepada Latu Huhule, maka segera juga Latu Huhule mengadakan rapat patasiwa di gunung saniri dan ditempat ini dipakai selalu oleh pada datuk-datuk sebagai tempat musyawarah sampai pada perang Pattimura. Kapitan Aipassa menyampaikan permintaan Patti Hatuhaha kepada semua kapitan dan malesinya seraya perintahkan Kapitan Pattipeiluhu atau Pattilapa untuk siapkan pasukan sebanyak tiga puluh kapitan dan malesinya untuk menuju Alaka membantu saudara-saudara mengusir penjajah dari bumi Lease.
Kapitan Pattipeiluhu sebelum berangkat tinggalkan Huhule, ia mengangkat sumpah yaitu sumpah tanah air bersama anak buahnya dihadapan Latu Huhule seraya berjanji : dalam tiga dari Upu Latu Huhule Raja Beinusa akan mendapat berita mengenai perjuangan mereka. Setelah kapitan Pattipeiluhu mengatakan janji maka Upu Latu Raja Raja Huhule memberi nasihat kepadanya dengan nasihatnya : INGATLAH KAMU TIDAK BOLEH BERMAIN-MAIN DENGAN WANITA. BAIKLAH KAMU MAJU DENGAN JIWA YANG SUCI, KIRANYA TUHAN ALLAH MENYERTAI KAMU’’.
Setelah semuanya selesai berangkatlah pasukan Pattilapa ke tanah Alaka. Mereka melintasi laut dan singgah di suatu tempat yaitu pada kaki air Wai ira, dari sini mereka menuju ke gunung Alaka. Setelah tiba di Alaka maka bertemulah pasukan Pattilapa dan Patti Hatuhaha. Kedua pasukan ini segera menuju medan pertempuran. Pertempuran terjadi dari kedua pasukan ini dengan pasukan musuh, tetapi karena Pattilapa telah tertarik pada seorang Nona dari Hatuhaha, maka oa telah melanggat janjinya kepada Huhele dan menjadi sial dalam peperangan ini. Penjajah berhasil mematahkan kekuatan Patti Hatuhaha dan Pattilapa. Pattipeiluhu tidak beruntung, ketiga puluh anak buahnya gugur dimedan bakti menjadi bunga bangsa yang menghiasi bumi Alaka hingga saat ini. Pattipeiluhu ditanggal oleh penjajah karena kekebalannya, ia di tembak tidak mati, dipotong tidak luka, serta ditikam tidak terasa, lalu akhirnya ia diikat dan dibuang kedalam kurungan besi. Di dalam kurungan besi, Pattipeiluhu tetap memegang parang dan salawaku karena kedua benda itu tdak bisa terlepas darinya, walaupun musuh telah berusaha mengambilnya.
Tiga hari telah berlalu, kapitan Aipassa mendapat berita atau tanda dari Pattipeiluhu, dengan jalan mawe beliau mendapat tanda bahwa Pattipeiluhu berada dalam keadaan bahaya. Dengan segera belian mengumpulkan semua kapitan Malesina untuk membicarakan keadaan Pattipeiluhu dan anak buahnya. Setelah berpikir ia mengambil kepurusan untuk pergi sendiri ke Alaka membantu anak-anaknya, dengan perjanjian beliau akan memberikan berita kepada Sowaku Polattu, setelah beliau menjalankan tugas.
Kapitan Aipassa anak keturunan Nunusaku memang seorang yang penuh dengan kuasa dan hikmat, dengan parang pengganti panggayo dan salawaku sebagai perahu, maka majulah kapitan Aipassa menuju Alaka, toma ombak dan gelombang, langgar arus dan angin topan, menyeberang laut yang bergelora maka tibalah di bumi Haruku. Kapitan Aipassa berjumpa dengans seorang rakyat Hatuhaha yang sedang mencari bia di tepi laut, setelah keduanya berbicara, maka kapitan Aipassa dibawa ke patti Hatuhaha. Disini terjadi pertemuan antara keduanya, dua orang yang tidak kenal menyerah dan tidak mau dijajah ini dalam malam gelap gulita mereka menuju benteng musuh, setelah sebelumnya semua yang merupakan kepintaran mereka disiapkan, maka yang pertama-tama menjadi mangsa mereka adalah pengawal yang mengawal benteng musuh. Setelah gugur, maka keduanya segera menuju ke kurungan besi, dan melepaskan Pattipeiluhhu. Kapitan Aipassa melaksanakan semua ini atas hikmat yang ada padanya. Setelah Pattipeiluhu bebas, maka ketiga tokoh rakyat ini segera menjalankan aksi mereka. Sementara itu keadaan dalam benteng penjajah menjadi heboh, sehingga segera juga terjadilah perang sengit. Hampir seluruh penghuni benteng menjadi korban, sendang sisanya melarikan diri sehingga rakyat Hatuhaha menjadi bebas kembali. Upa Latu Huhule menempati janjinya kepada Polatu serta semua bala rakyatnya di Huhule. Dengan satu lirang atap beliau terbang menyala-nyala ke negerinya.
Di negeri Huhule Kapitan Somala menyambut tanda kemenangan dari Latuny dengan gempita bersama semua bala rakyat. dari kemanangan inilah maka Beinussa dan Hatuhaha mengangkat Ikatan atau yang disebut Pela yaitu PELA TUMPAH DARAH atau PELA BATU KARANG.
Demikian sekelumit Kisah dari Perang Alaka / Perang Hatuhaha
Di Sampaikan pada acara KUMPUL BASUDARA, Beinusa Amalatu - Hatuhaha Amarima Lounusa, Kafe Ancol Bay, Jakarta 9 Oktober 2004

Kata Bijak

Salah satu cara yang digunakan Tuhan untuk memperkuat janji-janjiNya adalah dengan memberikan kekuatan kepada umat-Nya untuk mendapatkan kekayaan

Kemegahan Terakhir